Setiap
kamera SLR digital modern dari pabriknya dilengkapi dengan teknologi bernama
Metering Mode, Exposure Metering, Camera Metering atau untuk lebih praktisnya
kita sebut Metering yang sudah dirakit didalamnya. Dalam artikel ini kita akan
berusaha memahami apa itu metering? bagaimana cara kerjanya serta beberapa
kelemahan utama yang harus kita hadapi (underexposed & overexposed).
Apa Itu Metering? Apa Gunanya?
Secara
prinsip tidak beda dengan meteran gulung yang dipakai pekerja konstruksi atau
meteran pita yang dipakai tukang jahit untuk mengukur panjang, hanya metering ini
dipakai oleh kamera DSLR untuk mengukur cahaya, yang secara relatif lebih
njelimet dibanding dengan mengukur panjang.
Metering
dipakai untuk mengukur cahaya yang dilihat oleh kamera (cahaya yang masuk ke
lensa). Saat kita melihat obyek foto melalui viewfinder kamera, kondisi cahaya
di obyek tersebut akan diukur oleh sistem metering. Tujuan utama dari sistem
metering kamera adalah menghasilkan foto yang pas eksposure-nya (baca
lagi pengertian eksposure). Metering melakukannya dengan menganalisa tingkat gelap terang sebuah
obyek foto kemudian menentukan besarnya shutter speed, aperture serta ISO supaya hasil foto anda pas, tidak terlalu
gelap ataupun tidak terlalu terang.
Hmm
pusing nya…. oke, gampangya begini.Bayangkan mata anda. Saat anda merasa silau
apa yang anda lakukan? memincingkan mata bukan! Secara tidak sadar anda
mengurangi jumlah cahaya yang masuk ke mata supaya anda tidak silau (tidak
terlalu terang). Kebalikannya, saat merasa cahaya terlalu remang anda secara
otomatis membuka mata lebar-lebar. Memincingkan mata atau membuka mata
lebar-lebar supaya mata merasa nyaman saat melihat (eksposur yang pas), seperti
itulah tugas sistem metering kamera.
Cara Kerja Sistem Metering Kamera &
Kelemahannya
Saat
kamera melihat tembok, sistem metering akan mengukur besar cahaya (gelap
terang) yang dipantulkan oleh tembok tersebut (reflective). Hal ini mudah saat
semua obyek foto memantulkan jumlah cahaya yang sama.
Repotnya,
didunia nyata masing-masing benda memiliki tingkat pantulan yang berbeda. Saat
kita memotret langit, kalau langitnya biru sempurna metering kamera akan
gampang menghitung eksposur karena hanya ada satu tingkat terang yang harus
dihitung (biru). Namun saat kita memotret langit dengan tambahan awan putih,
metering sekarang harus menghitug kecerahan langit biru dan kecerahan awan
putih dan harus berusaha menghasilkan eksposure yang optimal. Sekarang
tambahkan gunung dan barisan pepohonan kedalam obyek foto diatas, maka tingkat
kompleksitas yang dihadapi metering makin rumit.
Bagaimana
cara para perancang sistem metering kamera mengantisipasi keadaan ini?
Jawabannya adalah dengan berusaha membuat tingkat gelap terang rata-rata dari
sebuah obyek foto apapun itu. Secara teknis gelap terang rata-rata bagi sistem
metering kamera adalah 18% grey ( 18% abu-abu atau abu-abu normal) – tidak
terlalu gelap dan juga tidak terlalu terang – lihat foto dibawah. Sebuah obyek
foto dengan tingkat pantulan cahaya yang memiliki gelap terang kompleks akan
“dijinakkan” dengan cara ini.
Solusi
ini secara umum memang bisa kita pakai untuk memotret kondisi normal. Namun
ketika kita dihadapkan pada kondisi misalnya anda akan memotret wajah teman
dengan background putih sempurna, kamera akan menjadikan wajah teman anda lebih
gelap karena harus mengantisipasi background putih dan membawanya kearah 18%
grey alias underexposed. Atau misalnya saat anda memotret bunga didalam gelas
kaca kecil yang diletakkan diatas taplak meja hitam, maka didalam foto bunga
akan lebih terang dari aslinya karena harus membawa taplak meja hitam tadi ke
arah 18% grey alias overexposed.
Lalu Kita Harus Bagaimana?
Seperti
halnya kita tidak bisa terus menerus menggunakan auto eksposure, untuk
menghasilkan foto yang bagus kita tidak bisa menggunakan sistem metering kamera
tanpa beberapa trik (meninggalkannya dalam posisi default). Agar lebih jelas,
silahkan baca beberapa mode
metering
yang bisa membantu kita mengantisipasi kelemahan sistem metering ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar